ROKOK,
jika kita bicara
tentang rokok tak lepas dari pro dan kontra fatwa ulama ,
Bagaimana tidak
“sebagian ulama menberi fatwa "haram ,mubah atau makruh".
Dalam hal fatwa rokok
,NU lebih bijak arif dan fleksibel ,ketimbang "Muhammadiyah" atau MUI(majelis ulama
Indonesia).
Para kiai NU juga
lebih "asyik “dan lentur melihat persoalan rokok-merokok ini .
misalnya
,kalangan ulama salafi fanatic garis keras yang sangat extrem dan kaku dalam
melihat rokok dan menghukumi merokok yang mereka anggap sebagai perbuatan haram dan bid’ah .
Berbeda dari kubu-kubu yang secara ekstrem mengharamkan
rokok, NU ( lembaga /jam’iyah dan
jamaahnya ,termasuk para para kiai ,santri maupun pengikut Abangan “Nu dari
kalangan non santri –dan non –kiai) tampak lebih elastis dan tidak grusa-grusu(buruburu)
dalam melihat persoalan atau fenomena rokok-merokok.
Para perempuan NU
(santriwati,bu nyai ,neng-neng,dan jamaah abangan NU)
saya perhatikan juga
tidak frontal dalam menghukumi merokok dan menghakimi perokok.
Masalh rokok-merokok
memang sangat kompleks ,dank arena itu perlu pandangan akurat ,pemikiran
mendalam ,dan alas an komprehensif sebelum memberikan status hukumnya.
Lembaga Bahtsul
Masa’il (LBM) PBNU memberi tiga status
hukum merokok, semua tergantung pada
situasi dan kondisi.
Mubah ,Makruh dan
Haram.
Mubah kalau merokok di
anggap tidak membawa dampak buruk atau mudarat,
Makruh jika merokok di pandang
bisa menimbulkan mudarat tapi relative kecil dan kemudian
haram kalau merokok di
pandang bisa membawa mudarat yang lebih besar bagi diri sendiri.
Aneka ragam status
merokok ini di sarikan,selain dari pendapat-pendapat sejumlah ulama besar
seperti (Syekh Mahmud Syaltut,Syekh Wahbah Zuhaili ,atau Syekh Abdurrahman
Ba’alawi).
Juga di dasarkan pada
pertimbangan –pertimbangan akal-rasional dengan memperhatikan dan menganalisa
kemangfaatan dan kemudaratan dari aktivitas merokok .
NU juga mempertimbangkan
dengan seksama aspek-aspek kemaslahatan umum dari rokok merokok ini.
NU bukan
hannya mendengarkan informasi sepihak
dari kelompok anti rokok tetapi juga mendengarkan dengan seksama suara-suara
komunitas perokok ,buruh dan karyawan pabrik rokok ,pedagang rokok dan tak
kalah penting nya adalah petani tembakau yang menggantungkan hidup mereka dari
rokok merokok ini.
Fatwa fatwa rokok NU
yang beraneka ragam itu di jelaskan oleh Kiai Said Aqil Siroj selaku ketua PBNU
sebagai berikut ;
Hukum asal merokok itu
“mubah”(boleh) tetapi apabila di konsumsi
berlebihan akan menjadi makruh “(makruh itu berada di antara halal dan
haram tetapi lebih mendekati ke arah
haram ,meskipun tidak berdosa melakukanya ).
Dan apabila sampai
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan misalnya memunculkan sejumlah
penyakit(jantung ,kanker,paru-paru ,impotensi dll) maka hokum merokok menjadi
“haram”.
Jadi keharaman atau
status haram merokok itu karena suatu “sebab”tertentu (misal nya berpotensi
menimbulkan dampak negative bagi kesehatan tubuh ) bukan lantaran rokok itu
sendiri secara intrinsic sudah haram.
Maka jika merokok
dalam pandangan umat itu di anggap baik ,halal dan memberi mangfaat ,maka
status merokok itu menjadi baik dan halal karena mampu memberi maslahat atau
mangfaat kepada banyak orang.
Jamaah NU sendiri adalah jamaah perokok sjati .
Oleh NU ,tulisan
larangan merokok alias No Smoking “justru di jadikan sebagai bahan guyonan ; NO
(Nahdhatul Oelama) adalah Smoking “ kalau nggak smoking nggak NU .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar